Warga Keluhkan Pemotongan Biaya Kebersihan PDAM Tanpa Sosialisasi, DPRD Bontang: Harusnya Ada Komunikasi yang Jelas
LATESTBONTANG – Sejumlah warga Bontang mengeluhkan pemotongan biaya kebersihan yang dilakukan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) tanpa adanya sosialisasi terlebih dahulu. Potongan biaya kebersihan ini dinilai mendadak dan mengundang kebingungan di tengah masyarakat, terutama karena sebelumnya warga sudah membayar iuran kebersihan kepada ketua RT setempat.
“Saya merasa seperti dirampok karena tiba-tiba ada potongan kebersihan dari PDAM tanpa pemberitahuan apa pun. Padahal, kami sudah bayar iuran kebersihan ke RT,” ujar salah seorang warga yang enggan disebutkan namanya.
Anggota DPRD Bontang, Muhammad Yusuf, juga menyoroti hal ini dan menilai PDAM seharusnya melakukan sosialisasi yang lebih jelas kepada masyarakat terkait penarikan biaya kebersihan ini. Menurutnya, kemungkinan pemotongan ini sudah lama diterapkan, namun baru sekarang muncul keluhan lantaran pelayanan kebersihan yang tidak konsisten.
“Mungkin pemotongan ini sudah berjalan lama, tapi sekarang masyarakat jadi kesal karena sampah tidak diambil rutin. Sampah menumpuk dan warga terpaksa menaruhnya di pinggir jalan,” kata dia saat dikonfirmasi, Senin (28/10/2024).
Menurutnya, saat ini beberapa warga bahkan lebih memilih membayar iuran langsung kepada petugas kebersihan tiga roda yang dikoordinasi oleh RT. Sistem tersebut dinilai lebih efektif karena sampah mereka langsung diambil secara teratur. Namun, ia juga mempertanyakan kejelasan retribusi yang ditagihkan PDAM jika kebersihan daerah tetap tidak terurus.
“Banyak warga sudah setor ke RT yang kemudian disalurkan ke petugas kebersihan tiga roda, dan ini lebih efektif. Tapi, kalau ada iuran ke PDAM, harusnya sampah tetap terurus,” jelasnya.
Selain itu, Yusuf juga menyinggung soal pencapaian Bontang yang pernah meraih penghargaan Adipura tingkat Asia. Ia mengaku prihatin karena saat ini masih banyak sampah yang tidak terangkut, yang menurutnya mencerminkan perubahan pola pengelolaan sampah oleh pemerintah.
Jika sebelumnya Dinas Lingkungan Hidup (DLH) turun langsung, kini masyarakat diharapkan lebih mandiri dalam pengelolaan sampah.
“Pengelolaan sampah dulu diambil langsung oleh DLH, tapi sekarang berubah, masyarakat disuruh lebih mandiri. Pola ini sebenarnya baik, tapi seharusnya disertai sosialisasi yang cukup agar warga tidak bingung,” ucapnya.
Yusuf juga menyarankan agar pemerintah mempertimbangkan opsi pengelolaan sampah antara pembiayaan oleh masyarakat atau subsidi dari pemerintah, atau kombinasi keduanya. Ia berharap ke depannya ada pembahasan khusus mengenai penanganan sampah agar masalah ini bisa terselesaikan dengan baik.
“Mungkin sebaiknya ada dua opsi, bisa ditanggung pemerintah atau partisipasi masyarakat seperti yang berjalan sekarang. Yang penting sampah diambil tepat waktu dan tidak mengundang keluhan dari warga,” tutup Yusuf.