Opini

Konflik Penistaan Agama oleh Holywings dari Perspektif Hukum Islam

Dela Safitriana dan Putri Azzahra (Mahasiswa Peserta KKN FH UNMUL)

OPINI – Penistaan agama merupakan tindak penghinaan, penghujatan, atau ketidaksopanan terhadap tokoh-tokoh suci, artefak agama, adat istiadat, dan keyakinan suatu agama yang hanya didasarkan pada pendapat pribadi atau diluar kompetensinya. Dalam hukum Islam penistaan agama mempunyai makna perbuatan yang dapat dikategorikan perbuatan perusak akidah yang ancamannya masuk dalam berdosa besar bagi para pelakunya, karena hal ini bertentangan dengan norma agama Islam yang telah diturunkan oleh Allah berupa al-Qur’an dan Nabi Muhammad sebagai Rasul terakhirnya.

Pada beberapa waktu lalu, sebuah Tempat Hiburan Malam (yang selanjutnya disebut THM) melakukan penistaan agama tepatnya menghina nama Rasulullah SAW. Bermula dari adanya poster promosi minuman keras yang diunggah di media sosial Holywings pada Rabu (22/6/2022) malam. Namun isi pada promosi itu tertulis bahwa minuman keras akan diberikan secara gratis kepada pengunjung Holywings bernama Muhammad dan Maria. Poster promosi minuman keras di Holywings itu berlaku pada hari Kamis (23/6/2022) malam.

Sementara itu, Manajemen Holywings Indonesia meminta maaf atas kegiatan promosi minuman beralkohol yang diduga mengandung unsur penistaan agama. Hal itu disampaikan dalam surat permintaan maaf terbuka yang diunggah dalam akun Instagram resmi Holywings Indonesia @HolywingsIndonesia, Kamis (23/6/2022). Pihak manajemen berdalih bahwa kegiatan promosi untuk pemilik nama “Muhammad & Maria” itu dibuat dan dijalankan oleh tim promosi tanpa sepengetahuan manajemen Holywings Indonesia. Atas dasar itu, pihak manajemen telah menindaklanjutinya dengan memberikan sanksi berat terhadap tim yang membuat promosi tersebut.

Dalam hukum positif yang berlaku di Indonesia, para tersangka dijerat Pasal 14 ayat (1) dan (2) Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan Pasal 156 atau Pasal 156A Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Selain itu, mereka juga terjerat Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang RI 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Kemudian dalam Islam, penodaan terhadap agama sama halnya dengan penghinaan agama. Istilah penghinaan agama dikenal dengan sabb ad-diin الدین سب atau at-tha’nu fi ad-diin الدین في الطعن atau al-istihza bi ad-diin بالدین الاستھزاء . Penghinaan itu meliputi penghinaan terhadap sumber hukum Islam, yaitu Al-Quran dan Hadits dan berpaling dari hukum yang ada pada keduanya, penghinaan terhadap Allah dan RasulNya.

Firman Allah tentang implikasi berupa laknat bagi orang-orang yang mencerca Allah dan Rasul-Nya. Firman Allah ta’ala: 57. Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya. Allah akan melaknatinya di dunia dan di akhirat, dan menyediakan baginya siksa yang menghinakan. 58. Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata. (QS. Al-Ahzab (33): 57 – 58).

Dalam Majmu’ Fatawa (Ibnu Baz, 6: 387) disebutkan bahwa menghina agama termasuk menghina Allah merupakan dosa besar. Perbuatan yang dapat membatalkan keislaman dan menjerumuskan kepada kemurtadan. Jika orang yang menghina agama atau menghina Allah itu berasal dari orang muslim sendiri, maka dia menjadi murtad (keluar dari Islam) dan kafir yang diseru untuk bertaubat. Jika dia bertaubat, maka kembali menjadi muslim. Namun jika tetap dan tidak mau bertaubat, maka pihak berwenang (ulil amri) dapat menjatuhkan hukuman bunuh atau hukuman mati. Akan tetapi setelah dilakukan proses pengadilan di mahkamah syariah. Demikian juga dijatuhkan hukuman secara bertahap melalui hukuman ta’zir (hukuman yang ditetapkan oleh hakim) berupa hukuman dera dan kurungan penjara. Sehingga orang tersebut tidak lagi melakukan perbuatan pidana yang dimaksud.

Para ulama tak berbeda pendapat bahwa muslim yang melakukan penghinaan terhadap Al-Qur’an, dalam keadaan dia tahu telah melakukan penghinaan terhadap Al-Qur’an, maka dia telah murtad dan layak mendapatkan hukuman mati. Imam Nawawi berkata: ”Para ulama sepakat bahwa barangsiapa yang menghina AlQuran, atau menghina sesuatu dari Al-Qur`an, atau menghina mushaf, atau melemparkannya ke tempat kotoran, atau mendustakan suatu hukum atau berita yang dibawa Al-Qur`an, atau menafikan sesuatu yang telah ditetapkan Al-Qur`an, atau menetapkan sesuatu yang telah dinafikan oleh Al-Qur`an, atau meragukan sesuatu dari yang demikian itu, sedang dia mengetahuinya, maka dia telah kafir”.

Demikian yang melakukan penghinaan terhadap Al-Qur`an atau Nabi Muhammad SAW, maka hukumannya adalah hukuman mati, berdasarkan kesamaan kedudukan non-muslim dan muslim di hadapan hukum Islam dalam negara Islam (Khilafah). Tapi dikarenakan Indonesia bukan negara Islam dan Indonesia adalah negara berbentuk republik yang mempunyai aturan sendiri yaitu UUD 1945 sebagai hukum tertinggi maka ulama – ulama tanah air menyikapi masalah tindak pidana penistaan Agama ke dalam kategori Jarimah Takzir berdasarkan hukum pidana Islam.

Orang yang bisa dikatakan menistakan agama meliputi 2 macam yaitu:

  1. Perkataan. Jika seseorang yang sudah dewasa dan tidak cacat mental, dengan sengaja merendahkan atau menghina dengan perkataan baik dengan tulisan atau dengan ucapan yang disampaikan dimuka umum yang ditujukan kepada seseorang atau kelompok maupun agama/keyakinan tertentu termasuk yang dipercayainya, seperti nabi, kitab dan lainnya. Hal ini berlaku untuk ucapan yang samar, atau ucapan yang masih perlu dikaji.
  2. Perbuatan. Jika seseorang jelas-jelas melakukan perbuatan nista terhadap seseorang atau pada keyakinan agama dengan sengaja, dan dilakukan oleh orang yang sudah dewasa dan tidak cacat mental, maka bisa disebut penistaan agama, ciri yang kedua ini sangat jelas dan tidak memerlukan kajian karena dilakukan secara terang-terangan.

Melihat dari kasus penistaan agama yang dilakukan THM Holywings, maka THM Holywings telah melakukan penistaan agama melalui perkataan maupun perbuatan. Berdasarkan penjelasan diatas bahwa penistaan agama yang dilakukan melalui perkataan dapat melalui tulisan maupun ucapan dan dalam hal ini THM Holywings telah melakukan penistaan agama dengan menyebutkan nama “Muhammad” (Rasulullah SAW) dalam mempromosikan minuman keras yang mereka jual melalui tulisan dalam postingan di sosial media Instagram.

Selain melalui perkataan, THM Holywings juga melakukan penistaan agama melalui perbuatan, dimana perbuatan yang dimaksud adalah dimulai dari membuat poster promosi hingga melakukan promosi minuman keras di sosial media dengan mencantumkan nama “Muhammad” (Rasulullah SAW) dalam promosi tersebut.

Berdasarkan hal tersebut, maka THM Holywings telah melakukan penistaan agama yaitu kepada Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi atau Rasul Allah SWT. Dan bagi pelaku yang melakukan hal tersebut akan melalui mahkamah syari’ah dan akan dihukum sesuai yang ditetapkan oleh hakim. Hukuman yang dapat dikenai adalah hukuman penjara, hukuman dera atau cambuk bahkan hukuman mati. (*)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button