Site icon Latest Bontang

Pemkab Kukar Bahas Nasib 15 Desa Terdampak IKN, Minta Diskresi Penataan Wilayah

Foto: Asisten III Bidang Administrasi Umum, Dafip Haryanto. (Istimewa)

Kutai Kartanegara – Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara (Pemkab Kukar) terus mengupayakan kejelasan status administratif desa-desa yang terdampak pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).

Asisten III Bidang Administrasi Umum, Dafip Haryanto, mengungkapkan bahwa setidaknya 15 desa mengalami pemotongan wilayah akibat delineasi IKN, dengan lima desa terdampak langsung.

“Kami sudah membahas hal ini dengan pihak OIKN dan Kementerian Dalam Negeri. Karena ini menyangkut eksistensi desa, perlu ada diskresi atau pengaturan khusus agar tidak terjadi kebingungan status administratif,” katanya.

Menurutnya, situasi yang terjadi sangat beragam. Ada satu kecamatan yang kini hanya tersisa dua kelurahan karena sekitar 90 persen wilayahnya telah masuk dalam area IKN.

Hal ini, kata Dafip, menuntut langkah-langkah bertahap dan terukur dalam penyesuaian wilayah. Adapun, contoh konkret disampaikan terkait Kelurahan Jawa di Kecamatan Sanga-Sanga yang hanya terdampak seluas 16 hektare.

“Kalau luasnya sekecil itu, kami usulkan agar tetap menjadi bagian dari Kukar tanpa harus ubah perda. Tapi karena sudah masuk UU IKN, kami minta diskresi apakah bisa melalui Permendagri atau mekanisme lain,” jelasnya.

Hal serupa juga terjadi di wilayah lain yang hanya terdampak sekitar 32 hektare. Dafip berharap, penyelesaiannya cukup melalui penetapan batas definitif oleh Kemendagri, tanpa menghapus identitas wilayah tersebut dari peta Kukar.

Sementara itu, untuk desa-desa yang sebagian besar wilayahnya masuk IKN bahkan mencapai 60 persen Pemkab mendorong agar nama dan identitas desa tetap dipertahankan.

“Misalnya, Desa Batuah. Wilayah yang masuk IKN bisa diberi nama tambahan seperti Batuah Nusantara atau Batuah Raya. Tapi bagian yang masih di Kukar tetap gunakan nama asli,” ungkap Dafip.

Selain itu, ia menegaskan, pentingnya menjaga nama dan identitas desa demi kesinambungan sejarah dan pelayanan pemerintahan yang jelas.

“Yang penting masih ada penduduk dan pemerintahan, maka harus tetap ada pengakuan wilayah. Ini bukan hanya soal tata ruang, tapi juga jati diri daerah,” tegasnya.

Proses pembahasan kini menunggu tindak lanjut dari OIKN dan Kemendagri, termasuk penetapan batas definitif dan kebijakan administratif untuk wilayah terdampak delineasi IKN. (Adv)

Exit mobile version