Sekolah Perlu Perhatikan Guru Selama Pandemi Agar Tidak Terjadi “Burnout”
Pandemi COVID 19 telah berusia 1 tahun pasca masuknya di Indonesia , dilansir Kompas.com virus corona jenis SARS-CoV-2 sebagai penyebab Covid-19 itu sudah masuk ke Indonesia sejak awal Januari . hal ini membuat para pemegang kekuasan khususnya Menteri untuk segera mengambil keputusan termasuk Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud)
Kemdikbud menerbitkan SE Menteri Nomor 4 Tahun 2020 tentang pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) yang awalnya tatap muka menjadi kegiatan daring (Online) , ditetapkanya SE tersebut menuntut seorang guru harus bergerak secara dinamis dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) terutama dalam mengoperasikan perangkat Gawai atau PC . namun tidak semua guru dapat mengoprasikan Ilmu Teknologi (IT) terutama bagi guru yang telah berusia lanjut hal tersebut dapat memicu hadirnya burnout bagi guru.
Menurut Maslach dan Leiter ( Rizka, 2013) bahwa burnout merupakan reaksi emosi negatif yang terjadi dilingkungan kerja, ketika individu tersebut mengalami stress yang berkepanjangan. Hal ini dapat terjadi terhadap guru karena kerja guru yang secara langsung memberi layanan pendidikan terhadap siswa sehingga berhubungan dengan psikologis guru selian itu alasan lain burnout dalam guru adalah tuntutan yang diberikan terhadap guru.
Sindrom Burnout Pada Guru
Menurut A.Faber (1991) yang berperan menimbulkan burnout pada guru adalah keacuhan siswa , ketidakpekaan pemilik atau pengawas sekolah, orang tua siswa yang tidak peduli , kurangnya apresiasi masyarakat terhadap guru , bangunan sekolah yang tidak baik, hilangnya otonomi , dan gaji yang tidak memadai.
Rendahnya motivasi siswa dalam proses pembelajaran daring, sehingga guru harus beradaptasi dengang mengintegrasikan teknologi dalam KBM hal ini dapat memicu burnout , kurang peka pemiilik atau pengawas sekolah salah satunya yaitu kurang memberi dorongan semangat terhadap guru ketika guru melaksanakan aktivitas pelayanan pendidikanKepedulian serta perhatian orang tua dalam kegiatan sekolah sebenarnya sangat berarti bagi guru dan sekolah, komunikasi yang tidak baik dan miss konsepsi antara orang tua dan guru dapat menimbulkan burnout bagi guru , sejatinya mendidik bukan hanya tugas guru melainkan juga tugas orang tua sebagai Madrasah pertama yaitu keluarga.
Dalam melaksanakan kegiataan belajar mengajar agar dapat berjalan secara baik dan kondusif sekolah memerlukan bangunan yang baik atau kondisi kelas yang layak , selanjutnya gaji guru di Indonesia Non Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau honorer yang masih dibilang jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhanya menjadi salah satu faktor pemicu burnout bagi guru.
Pemebelajaran daring memberikan beban mengajar 2 kali lipat bagi guru dari sebelumnya, dimana guru harus lebih banyak menghabiskan waktu dan tenaga untuk mempersiapkan pembelajaran dengan mengintegrasikan teknologi dalam proses pembelajaran.
Pekerjaan sebagai guru memang tidak mudah dengan kondsi sosial serta tuntutan yang dihadapi seorang guru harus memiliki bekal adaptasi yang sangat tinggi , karena tuntutan pekerjaan yang mengharuskanya bertemu setiap orang yang berbeda beda , baik siswa dan orang tua siswa yang memiliki karakter yang berbeda beda.
Kinerja guru agar dapat maksimal perlu beberapa hal berikut yaitu tempat kerja yang baik , kelas yang kondusif, gedung yang sesuai dan sarana prasarana yang memadai selain itu kesejahteraan guru juga menjadi hal yang fundamental untuk diperhatikan oleh sekolah agar guru lebih fokus bekerja tanpa memiliki beban finansial
Sesuai dengan Permendikbud (2018:6) tentang tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) Kepala Sekolah dukungan sosial dari pemimpin juga menjadi hal yang fresh bagi para guru, menurut Rita andarita (2004) semakin tinggi dukungan sosialnya semakin rendah tingkat burnout-nya .
Alna Srohfiah
Jurusan Kuriklum dan Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan Unniversitas Negeri Semarang