DPRD Bontang Soroti Kesejahteraan Kader Posyandu dan Birokrasi Penanganan Stunting

LATESTBONTANG – Anggota Komisi A DPRD Bontang, Aloysius Roni, menyuarakan keprihatinan terhadap kesejahteraan kader Posyandu di kota Bontang. Ia menilai honor yang diterima para kader masih jauh dari layak.
Berdasarkan keterangannya, para kader hanya menerima honor sebesar Rp300.000 per bulan, angka yang dinilai masih sangat rendah apalagi jika dipotong pajak. Honor tersebut, jika dihitung harian, hanya berkisar Rp10.000 per hari, setara dengan uang jajan anak sekolah dasar.
“Kesejahteraan kader Posyandu ini sangat memprihatinkan. Ini menjadi perhatian serius kami di Komisi A DPRD Bontang,” ujar Roni dalam rapat kerja bersama kader posyandu, Selasa (5/11/2024).
Menurutnya, Komisi A ingin mendiskusikan hal ini langsung dengan Kepala Dinas Kesehatan, namun sayangnya, Kepala Dinas tidak hadir dalam pertemuan tersebut.
Tidak hanya soal honor, Roni juga menyoroti rumitnya birokrasi dalam penanganan stunting. Ia menyebut bahwa koordinasi antara lembaga dalam mengatasi stunting masih belum efisien.
“Penanganan stunting ini menurut saya terlalu berbelit. Kita butuh langkah cepat dan efektif, bukan prosedur yang rumit,” kata dia.
Ia juga mengungkapkan bahwa dari total 880 kader Posyandu, baru sekitar 130 yang mendapatkan pelatihan. Ia menganggap hal ini sebagai pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh pemerintah.
“Pelatihan itu sangat penting untuk meningkatkan kualitas pelayanan kader Posyandu di lapangan. Harusnya pelatihan ini dapat diakses oleh lebih banyak kader,” ujar Roni.
Selain itu, Roni juga menyampaikan keluhan yang ia terima dari kader Posyandu di lingkungan tempat tinggalnya. Beberapa kader mengaku harus memungut biaya pendaftaran sebesar Rp2.000 dari setiap warga yang datang ke Posyandu. Menurut kader, biaya ini digunakan untuk kebutuhan administrasi seperti membeli pulpen, kertas, dan fotokopi dokumen.
“Hal-hal kecil seperti ini sebenarnya tidak perlu dibebankan ke masyarakat. Seharusnya ada anggaran yang bisa menutupi kebutuhan administrasi ini,” tegas Roni.
Ia juga mengkritisi kondisi tempat pelayanan Posyandu yang masih kurang memadai. Menurutnya, banyak Posyandu yang menggunakan lokasi pinjam pakai dan belum memiliki fasilitas yang layak. Selain itu, proses pengisian data warga masih dilakukan secara manual melalui telepon genggam, yang menyulitkan kader dalam pelayanan.
“Di Bontang Barat, misalnya, kader harus memasukkan data menggunakan HP. Padahal, kita butuh fasilitas yang lebih memadai agar data warga bisa dikelola dengan lebih baik,” paparnya.
Aloysius Roni berharap agar perhatian pemerintah tidak hanya fokus pada penanganan langsung terhadap masalah stunting, tetapi juga terhadap kesejahteraan kader Posyandu yang berperan penting dalam pelayanan kesehatan masyarakat. Menurutnya, kesejahteraan kader Posyandu juga sangat krusial dalam upaya meningkatkan kualitas layanan di masyarakat.